BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
ASI adalah salah
satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur
kebutuhan bayi baik fisik psikologis,
sosial maupun spiritual (Hubertin, 2003). Mastitis adalah infeksi payudara yang
kebanyakan terjadi pada ibu yang baru pertama kali menyusui bayinya.
Mastitis hamper selalu unilateral dan berkembang setelah terjadi aliran susu menyusui merupakan suatu proses alamiah.
Berjuta-juta ibu diseluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang ASI.
Seiring
dengan perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin pesat sehingga pengetahuan lama yangmendasar seperti
menyusui justru kadang terlupakan, menyusui adalah suatu
pengetahuan yang selama berjuta-juta tahun mempunyai peran yang penting
dalam mempertahankan kehidupan manusia
(Roesli, 2000). Semakin disadari bahwa pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat dari
teknik menyusui yang buruk, merupakan penyebab
penting terjadinya mastitis, tetapi dalam benak banyak petugas kesehatan, mastitis masih dianggap
sama
dengan infeksi payudara. Mereka
sering tidak mampu membantu wanita penderita mastitis untuk terus menyusui, dan mereka bahkan mungkinmenyarankan
wanita tersebut untuk berhenti menyusui, yang sebenarnya tidak perlu.
Mastitis dan abses payudara terjadi pada semua populasi, dengan atautanpa
kebiasaan menyusui. Insiden yang dilaporkan bervariasi dan sedikitsampai 33%
wanita menyusui, tetapi biasanya dibawah 10% (WHO, 2003).Masalah-masalah
menyusui yang sering terjadi adalah puting susulecet/nyeri sekitar 57% dari
ibu-ibu yang menyusui dilaporkan pernah menderita
kelecetan pada putingnya, payudara
bengkak. Payudara bengkak sering
terjadi pada hari ketiga dan keempat sesudah ibu
melahirkan, karena terdapat sumbatan pada satu atau lebih duktus
laktiferus dan mastitis serta abses payudara yang
merupakan kelanjutan/komplikasi dari mastitis
yang disebabkan karenameluasnya peradangan payudara.Sehingga dapat menyebabkan
tidakterlaksananya ASI ekslusif (Soetjiningsih, 1997).
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah
definisi Mastitis?
2.
Apa
saja etiologi Mastitis?
3.
Bagaimana
manifestasi klinis Mastitis?
4.
Bagaimana
Anatomi fisiologi Payudara ?
5.
Bagaimana
patofisiologi Mastitis?
6.
Bagaimana
penatalaksanaan Mastitis?
7.
Bagaimana
Asuhan Keperawatan klien dengan Mastitis?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan
kelompok dalam pembutan makalah ini, untuk memenuhi tugas belajar mengajar pada mata
kuliah
sistim reproduks,i guna
memberikan wawasan kepada para pembaca supaya dapat memahami dan mengerti
tentang mastitis, memahami konsep dasar teori mastitis dan memahami konsep
Asuhan keperawatan pada pasien dengan Mastitis.
D. Manfaat Penulisan
Makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan
dalam proses belajar dan dapat diaplikasi pada saat memberikan asuhan
keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Dasar Penyakit
1.
Definisi
Mastitis
adalah infeksi peradangan pada mamma, terutama pada primipara yang biasanya
disebabkan oleh staphylococcus aureus, infeksi terjadi melalui luka pada
putting susu, tetapi mungkin juga mungkin juga melalui peredaran darah
(Prawirohadjo, 2005 : 701).
Mastitis
adalah reaksi sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan
sebagai komplikasi sumbatan saluran air susu (Masjoer, 2001 : 324).
Mastitis
merupakan infeksi
terjadi melalui luka pada puting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran
darah. Kadang-kadang keadaan ini bisa menjadi fatal bila tidak diberi tindakan
yang adekuat. Abses payudara, penggumpalan nanah lokal di dalam payudara,
merupakan komplikasi berat dari mastitis.
Pada mastitis
biasanya yang selalu dikeluhkan adalah payudara membesar, keras, nyeri, kulit
murah dan membisul (abses) dan yang pada akhirnya pecah menjadi borok disertai
dengan keluarnya nanah bercampur air susu, dapat disertai dengan suhu badan
naik, menggigil. Jika sudah ditemukan tanda-tanda seperti ini maka pemberian
ASI pada bayi jangan dihentikan, tetapi sesering mungkin diberikan.
2.
Etiologi
Pada umumnya yang dianggap porte
d’entrée dari kuman penyebab ialah putting susu yang luka atau lecet,
dan kuman per kontinuitatum menjalar ke duktulus-duktulus dan sinus. Sebagian
besar yang ditemukan pada pembiakan pus ialah stafilokokus aureus.
Mastitis terjadi akibat invasi jaringan payudara (
misalnya : glandular, jaringan ikat, areolar, lemak ) oleh organisme infeksius
atau adanya cidera payudara. Organisme yang umum termasuk S. aureus,
streptococci, dan H. parainfluenzae. Cidera payudara mungkin disebabkan memar
karena manipulasi yang kasar, pembesaran payudara, statis air susu ibu dalam
duktus, atau pecahnya atau fisura putting susu. Mastitis dapat disebabkan oleh
:
a. Bakteri
dapat bersal dari beberapa sumber, seperti tangan ibu, tangan orang
yang merawat ibu atau bayi, bayi, duktus laktiferus darah sirkulasi.
b. Infeksi
jamur pada payudara juga dapat terjadi jika bayi mengalami sariawan,
atau jika ibu mengalami infeksi jamur vagina
persisten. Jika putting susu cidera, atau jika ibu
menggunakan antibiotic yang mempengaruhi flora normal kulit, jamur
payudara cenderung terjadi. Infeksi ini dapat diidentifikasi dengan awitan akut
nyeri tajam, menusuk pada putting susu jika bayi menyusu. Penyebab
utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya merupakan
penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan infeksi. Organisme
yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah
organisme koagulase-positif Staphylococcus aureus dan Staphylococcus
albus. Escherichia coli dan Streptococcus kadang-kadang juga ditemukan.
Mastitis jarang ditemukan sebagai komplikasi demam tifoid.
c. Statis
ASI, Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara.
Hal ini terjadi jikapayudara terbendung segera setelah melahirkan, atau
setiap saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk
pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi
menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan
menyusui untuk kembar dua/lebih.
d. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang
diduga dapat meningkatkan risiko mastitis, yaitu:
1) Umur
Wanita berumur
21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita di
bawah usia 21
tahun atau di atas 35 tahun.
2) Paritas
Mastitis
lebih banyak diderita oleh primipara.
3) Serangan
sebelumnya
Serangan
mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat teknik menyusui
yang buruk yang tidak diperbaiki.
4) Melahirkan
Komplikasi
melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis, walupun penggunaan oksitosin
tidak meningkatkan resiko.
5) Gizi
Asupan
garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi
terjadinya mastitis. Antioksi dan dari vitamin E, vitamin A dan
selenium dapat mengurangi resiko mastitis.
6) Faktor kekebalan
dalam ASI
Faktor kekebalan
dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan dalam payudara.
7) Stres
dan kelelahan
Wanita yang
merasa nyeri dan demam sering merasa lelah dan ingin istirahat, tetapi tidak
jelas apakah kelelahan dapat menyebabkan keadaan ini atau tidak.
Stress dan keletihan dikaitkan dengan mastitis. Hal ini masuk akal
karena stress dan keletihan dapat menyebabkan kecerobohan dalam
teknik penanganan, terutama saat mencuci tangan, atau melewatkan waktu
menyusui, atau mengubah frekuensi menyusui yang dapat menyebabkan pembesaran
dan stasis.
8) Pekerjaan
di luar rumah
Ini
diakibatkan oleh statis ASI karena interval antar menyusui yang panjang dan
kekurangan waktu dalam pengeluaran ASI yang adekuat.
9) Trauma
Trauma
pada payudara karena penyabab apapun dapat merusak jaringan kelenjar dan
saluran susu dan hal ini dapat menyebabkan mastitis.
3.
Manfestasi Klinis
a. Nyeri payudara dan tegang atau bengkak,
terlihat membesar
b. Kemerahan dengan batas jelas
c. Biasanya hanya satu payudara
d. Terjadi antara 3-4 minggu pasca persalinan
e. Teraba keras dan benjol-benjol
f. Merasa lesu
g. Suhu badan meningkat, suhu lebih
dari 38 0C
4.
Klasifikasi
Mastitis
Macam-macam mastitis
dibedakan berdasarkan tempatnya serta berdasarkan penyebab dan
kondisinya.
Mastitis berdasarkan tempatnya dibedakan
menjadi 3, yaitu:
a. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah
areola mammae
b. Mastitis di tengah-tengah mammae yang
menyebabkan abses di tempat itu.
c. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari
kelenjar-kelenjar yang menyebabkan abses antara mammae dan otot-otot di
bawahnya.
Sedangkan pembagian mastitis menurut penyebab
dan kondisinya dibagi pula menjadi 3, yaitu :
a. Mastitis periductal
Mastitis periductal biasanya muncul pada
wanita di usia menjelang menopause, penyebab utamanya tidak jelas diketahui.
Keadaan ini dikenal juga dengan sebutan mammary duct ectasia, yang berarti
peleburan saluran karena adanya penyumbatan pada saluran di payudara.
b. Mastitis puerperalis/lactational
Mastitis puerperalis banyak dialami oleh
wanita hamil atau menyusui. Penyebab utama mastitis puerperalis yaitu kuman
yang menginfeksi payudara ibu, yang ditransmisi ke puting ibu melalui kontak
langsung.
c.
Mastitis
supurativa
Mastitis supurativa paling banyak dijumpai. Penyebabnya
bisa dari kuman Staphylococcus, jamur, kuman TBC dan juga sifilis. Infeksi
kuman TBC memerlukan penanganan yang ekstra intensif. Bila penanganannya tidak
tuntas, bisa menyebabkan pengangkatan payudara/mastektomi.
5. Anatomi
Fisiologi Payudara
Payudara (buah dada) atau kelenjar mammae adalah
salah satu organ reproduksi pada wanita dan mengeluarkan air susu. Payudara
berfungsi memproduksi ASI terdiri dari lobules-lobulus yaitu kelenjar yang
menghasilkan ASI, tubulus atau duktus yang menghantarkan ASI dari kelenjar
sampai pada puting susu (nipple). Kelenjar mammae merupakan cirri pembeda pada
semua mamlia. Payudara manusia berbentuk kerucut tapi sering berukuran tidak
sama.
Payudara terletak pada hermithoraks kanan dan kiri
dengan batas-bata yang tampak dari sebagai berikut:
-
Superior : iga II atau III
-
Inferior: iga VI atau VII
-
Medial: pinggir sternum
-
Lateral: garis aksillars anterior
Kulit puting susu berpigmen banyak yang tidak
berambut. Papilla dermis mengandug banyak kelenjar sabasea. Kulit areola juga
berpigmen banyak tetapi berbeda dengan kulit puting susu, ia kadang-kadan
mengandung folikel rambut. Kelenjar sebaseanya biasanya terlihat sebagai
nodulus kecil pada permukaan areola dan disebut kelenjar Montgomery.
Payudara dibagi menjadi empat kuadran. Dua gari
khayalan ditarik melalui puting susu, masing-masing saling tegak luru. Jika
payudara dibayangkan sebgai piring sebug jam, satu gari menghubungkan “jam 12
dengan jam 6” dan garis lainnya menghubungkan “ jam 3 dengan jam 9”. Empat
kuadra yang dihasilkannya adalah kuadran atas luar (supero lateral)atas adalam
(supero medial), bawah luar (infero lateral), dan bawah dalam (infro medial).
Ekor payudara merupakan perluasan kuadran atas luar (supero lateral). Ekor
payudara memanjang sampai ke aksilla dan cenderung lebih tebal ketimbang
payudara lainnya. Kuadran luar atas ini mengandung masa jaringan kelenjar
mammae yang lebih banyak atau langsung di belakang areola dan sering menajdi
tempat neoplasia. Pada kuadran media atas da lateral bawah, jaringa kelenjar
lebih sedikit jumlahnya, dan paling minimal adalah yang dikuadran medial bawah.
Jaringan kelenjar payudara tambahan dapat terjadi disepanjang garis susu yang
membentang dari lipatan garis aksillaris anterior, menurun hingga lipatan paha.
Payudara normal mengandung jaringan kelenjar,
duktus, jaringan otot penyokong lemak, pembuluh darah, saraf dan pembuluh
limfe. Jaringan kelenjar, duktus dan jaringan penyokong. Jaringan kelenjar
terdiri dari 15-25 lobus yang tersebar radier mengelilingi puting. Tiap-tiap
segmen mempunyai satu aliran yang akan berdilatasi, sesamspainya di belakang
areola. Pada retro areola. Pada retro areolar ini , duktus yang berdilatasi itu
mejadi lembut kecual ibu selama masa menyusui, ia akan mengalami distensi.
Masing-masiang duktus ini tak berisi, dan mempunyai satu bukaan kea rah puting
(duktus eksretorius). Tiap lobus dibagi menjadi 50-57 lobulus, yang bermuara ke
dalam suatu duktus yang mengalirkan isinya ke dalam duktus aksretorius labus
itu. Setiap loblus atas sekelompok alveolus yang bermuar ake adalam laktiferus
(saluran airu susu) yang bergabung dengan duktus-duktus linnya untuk membentuk
saluran yang lebih besr dan berakhir dalam saluran sekretorik. Ketika
saluran-saluran ini mendekati puting, membesar untuk wasah penampungan air susu
(yang disebut sinus laktiferus) kemudia salura-saluran itu tersebut menyempit
lagi dan menembus puting dan bermuara di atas permukaannya.
Di antara kelenjar susu dan fasia pektrolis, juga di
antara kulit dan kelenjar tersebut mungkin terdapat jaringan lemak. Di antara
lobules tersebut ada jaringan ikat yang disebut ligmentum cooper yang merupakan
tonjolan jaringan payudara yang bersatu dengan lapisan luar fasia superfisialis
yang berfugsi sebagai struktur penyokong dan memberi rangka untuk payudara.
Pembuluh darah / vaskularisasi payudara
a. Arteri
Payudara mendapat
pendarahan dari:
-
Cabang-cabang perforantesa mammaria
interna. Cabang-cabang I,II,II,IV,V dari a. mammaria interna menembus
didinding dada dekat pinggir sternum pada interkostal yang sesuai, menembus m.
pektoralis mayor dan meberi pendarahan tepi medial glandulla mamma.
-
Rami pektoralis arteri thorako-akromialis
Arteri ini berjalan
turun di antaara m. pektoralis minor dan m. pektoralis mayor. Pembuluh ini
merupakan pembuluh utama m. pektoralis mayor, arteri ini akan mendarahi
glandula mamma bgagian dalam (deep surface)
-
Arteri thorakalis lateralis (arteri mammae
eksternal)
Pembuluh darah ini
berjalan turun menyusuri tepi laterl minggu pektoralis mayor untuk mendarahi
bagian lateral payudara.
-
Arteri thorako-dorsalis
Pembuluh darah ini
merupakan cabanga dari a. subskapularis. Arteri ni mendarahi m. latissmus dorsi
dan minggu serratus magnus. Walaupun arteri ini tidak memberikan pendarahan
pada glandula mamma, tetapi sangat penting artinya, karena pada tindakan
radikal masterktomi, pendarahan yang terjadi akibat putusnya arteri ini sulit
dikontrol, sehingga daerah ini dinamakan “ the bloody angel”.
b. Vena
Pada daerah payudara
terdapat tiga grup vena:
-
Cabang-cabang perforantges v. mammaria
interna
Vena ini merupakan vena
tersebar yang mengalirkan darah dari payudara vna ini bermuara pada v. Mammaria
interna yang kemudian bermuara pada v. mnominata.
-
Cabang-cabang vena aksillaris yang
terdiri dari vena thorako-akromialis, thoraklais lateralis dan vena
thorako-dorsalis.
-
Vena-vena kecil bermuara pada vena interkostalis
Vena interkostalis bermuara pada v.
Vertebralis, kemudia bermuara pada . Azygos (melalui vena-vena metastase dapat
langsung terjadi di paru).
Sistem limfatik pada payudara
a. Pembuluh
getah bening
-
Pembuluh getah bening aksilla
Pembuluh
getah bing aksilla ini mengalirkan getah bening dari daerah-daerah sekitar
areola mamma, kuadaran lateral bawah dan kuadaran lateral atas payudara
-
Pembuluh getah bening mammar interna
Saluran
limfe ini mengalirkan getah bening dari bagian dalam dan medial payudara.
Pembuluh ini berjalan di atas fasia pektorlai s lalu menembus fasia tersebut
sistem pertorntes menembus m. pektrolis mayor. Lalu jalan ke medal bersama-sama
dengan sisitem pertorntes menembus m./ interkostalis dan bermuara ke dalam
kelenjar getah benin mamari interna. Dari kelenjar mammary interna, getah
bening menglilr melalui trunkus limfatikus mamaria interna. Sebagian akan
bermuara pada v. kava, sebagian akan bermuara ke duktus thorasikus (untuk sisi
kiri) dan duktus limfatikus deksrta( untuk sisi kanan)
Pembuluh
getah bening di daerah tepi medial kuadran medial bawah payudara. Pembuluh ini
berjalan bersama-sama vasa epigastrika superior, menembus fasia rektus dan
masuk ke dalam kelenjar getah bening preperikadial anterior yang terletak di
tepi atas diafragma di atas ligmentum falsiform. Kelenjar getah bening ini juga
menampung getah being dari diafragma, ligamentum falsiforme dan bagian antero
superior hepar. Dari kelenjar ini, limfe mengalir melalui trunkus limfatikus
mammaria interna.
b. Kelenjar-kelenjar
getah bening
-
Kelenjar getah bening aksilla
Terdapat
enam grup kelenjar getah bening aksilla:
Kelenjar geth bening
mammae eksterna. Untaian kelenjar ini terletak di bawah tepi lateral m. pektoralis
mayor, sepanjang tepi medial aksilla. Grup ini dibagi dalam 2 kelompok:
·
Kelompok superior, terletak setinggi
ingerkostal II-III
·
Kelompok inferior, terletak setinggi
interkostal IV-V-VI
-
Kelenjar getah bening scapula.
Terletak
sepajang c asa subskapularis dan thoralodoralis, mulai dari percabangan v.
aksillaris mejadi v. subskapularis, sampai ke tempat masuknya
v.thorako-dorsalis ke dalam m. latissimus dorsi.
-
Kelenjar getah bening sentral (central
nodes).
Terletak
di dalam jaringa lemak di pusat aksila. Kadang-kadang beberapa di antaranya
terletak sangat superficial, di bawah kulit dan fasia pada pusat aksila,
kira-kria pada pertengahan lipat aksila depan dan belakang. Kelenjar getah
bening ini adalah kelenjar getah bening yang paling mudah diraba dan merupakan
kelenjar aksilla yang terbesa dan terbanyak jumlahnaya.
-
Kelenjar getah bening interpektoral
(rotters nodes).
Terletak
antara m. pektoralis mayor dan minor, sepanjang rami pektoralis v.
thorako-akromialis. Jumlahnya satu sampai empat.
-
Kelenjar getah v. aksillaris.
Kelenjar-kelenjar
ini terletak sepanjang v.aksillaris bagian lateral, mulai dari white tendon m.
laitssimus dorsi sampi ke sedikit medial dari percabangan v.
aksillaris-v.thorako akromialis.
Kelenjar getah bening
subklavikula. Terletak sepenjnag c.aksillaris, mulai dari sedikit medial
percabangan v.aksillaris-v.thorako-aktomialis sampai dimana v. aksillaris
menghilang di bawah tendo m.subklavius. kelenjar ini merupakan kelenjar aksilla
yang tertinggi dan termedial letakya. Semua getah bening yang berasal dari
kelenjar-kelenjar getah bening aksilla masuk ke dalam kelenjar ini. Seluruh
kelenjar getah bening aksilla ini terletak di bawah fasia kostokorakoid.
-
Kelenjar getah bening prepektoral
Kelenjar
getah bening ini merupakan kelenjar tunggal yang kadang-kadang terletak di
bawah kulit atau di dalam jaringa payudara kuadran lateral atas disebut
prepektoral karena terletak di atas fasia pektoralis.
-
Kelenjar getah bening interna
Kelenjar-kelenjar
ini tersebut sepanjangt trunkus limfatikus mammaria interna, kira-kira 3 cm
dari pinggir sternum, terletak di dalam lemak di atas fasia endothoraiska. Pada
sela tiga, diperkiran jumlahnya sekitar 6-8 buah.
Susunan saraf
Susunan saraf payudara berasal dari
cabangcutaneneous cervical dan saraf thirak spinal. Cabang saraf ketiga dan
keempat cutaneus dari cervical plexus melewati bagian anterior, berakhir di
jajaran tulang tiga yang kedua. Cabang-cabang ini menyumplai sensor ke bagia
payudara atas, saraf thoracic spinal, T3, T6 membentuk saraf intercostals dan
bercabang dari otot peectoralis major dekat sternum unutk menyuplai sensor ke
bagian lateral payudara. Percabangan T2 memasuki bagian atas tubuh safaf
intercostobrachial dan menyuplai sensor ke aksila. Susunan saraf areola dan
puting susu disuplai oleh saraf parikang thoracic yang bercabang-cabang dengan
membentuk membulat.
Laktasi
Masing-masing payudara terdiri atas sekitar 20
percabangan duktus yang terbuka melalui sinus ke atas permukaan putting susu.
Terdapat benang-benang menyangga dari jaringan fibrosa yang melekatkan ke
dinding dada, dan terdapat banyak sel-sel lemak di anta lobulus.
Sistem duktus telah terbentuk dengan baik setelah
pubertas, kaerna keterlibatan estrogen, tetapi sekretorius asini hanya
berkembang pada kehamilan di bawah pengaruh kadar progesterone yang tinggi.
Prolaktin, suatu hormon dari kelenjar hipofisis, meningkatkan aksi baik pada
estrogen maupun progesterone.
Setelah kelahiran anak, penurunan kadar estrogen dan
progesterone menyebabkan peningkatan sekresi prolaktin dan hal ini merangsang
sekresi air susu ibu oleh kelenjar asini. Sekresi yang pertama dihasilkan
adalah kolostrum cairan yang kaya akan protein yang mengandung antibody.
Setelah hari ketiga terbentuk laktasi normal.
Penghisapan bayi pada payudara merangsang putting
susu menyebabkan refleks sekresi dari hormin oksitosin dari kelenjar hipofisis
anterior. Oksitosin menyebabkan kontraksi serat-serat otot polos di sekitar
asini dan air susu dengan cepat diejeksikan dari putting susu. Suatu refleks
yang dikenal sebagai “letdown” terbentuk pada beberapa hari pertama
menyusui tetapi dengan jelas dipengaruhi oleh emosi. Pelepasan oksitosin juga
membantu uterus untuk berkontraksi sehingga uterus kembali ke ukuran normalnya.
Prolaktin, suatu hormon yang disekresi oleh glandula
pituitaria interior, penting untuk produksi air susu ibu, tetapi walaupun kadar
hormon ini di dalam sirkulasi maternal meningkat selama kehamilan, bekerjanya
hormon ini dihambat oleh hormon plasenta. Dengan lepasnya / keluarnya plasenta
pada akhir proses persalinan, maka kadar estrogen dan progesteron
berangsur-angsur turun sampai tinfkat dapat dilepaskannya dan diaktifkannya
prolaktin.
Terjadinya suatu kenaikan pemasokan darah beredar
lewat payudara dan dapat diekstaksi bahan penting untuk pembentukan air
susu. Globulin, lemak dan molekul-molekul protein dari darah sel-sel sekretoris
akan membengkakkan acini dan mendorongkannya menuju ke tubuli laktifer.
Kenaikan kadar prolaktin akan menghambat ovulasi dan
dengan demikian juga mempunyai fungsi kontrasepsi, tetapi ibu perlu memberikan
air susu 2 sampai 3 kali setiap jam agar pengaruhnya benar-benar efektif. Dua
faktor yang terlibat dalam mengalirkan air susu dari sel-sel sekretorik ke
papilla mamae: tekanan dari belakang dan efek neurohormonal.
Payudara (mammae, susu) adalah kelenjar yang
terletak di bawah kulit, di atas otot dada. Fungsi dari payudara adalah
memproduksi susu untuk nutrisi bayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar
payudara, yang beratnya kurang lebih 200 gram, saat hamil 600 gram dan saat
menyusui 800 gram.
Pada
payudara terdapat tiga bagian utama, yaitu :
a. Korpus
(badan), yaitu bagian yang membesar
-
Alveolus, yaitu unit terkecil yang
memproduksi susu. Bagian dari alveolus adalah sel Aciner, jaringan lemak, sel
plasma, sel otot polos dan pembuluh darah.Lobulus, yaitu kumpulan dari
alveolus.
-
Lobus, yaitu beberapa lobulus yang
berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap payudara.
-
ASI dsalurkan dari alveolus ke dalam
saluran kecil (duktulus), kemudian beberapa duktulus bergabung membentuk saluran
yang lebih besar (duktus laktiferus).
b. Areola
(bagian yang kehitaman di tengah)
Sinus
laktiferus, yaitu saluran di bawah areola yang besar melebar, akhirnya memusat
ke dalam puting dan bermuara ke luar. Di dalam dinding alveolus maupun
saluran-saluran terdapat otot polos yang bila berkontraksi dapat memompa ASI
keluar.
c. Papilla
atau puting, yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara.
Bentuk
puting ada empat, yaitu bentuk yang normal, pendek/ datar, panjang dan
terbenam (inverted).
Payudara
mengalami tiga perubahan yang dipengaruhi hormon. Perubahan pertama ialah mulai
dari masa hidup anak melalui masa pubertas, masa fertilitas, sampai ke
klimakterium dan menopause. Sejak pubertas pengaruh ekstrogen dan progesteron
yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofise, telah menyebabkan duktus
berkembang dan timbulnya asinus.
Perubahan
kedua adalah perubahan sesuai dengan daur menstruasi. Sekitar hari kedelapan
menstruasi payudara jadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum menstruasi
berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Kadang-kadang timbul benjolan yang
nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang menstruasi payudara
menjadi tegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak
mungkin dilakukan. Pada waktu itu pemeriksaan foto mammogram tidak berguna
karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu menstruasi mulai, semuanya
berkurang.
Perubahan
ketiga terjadi waktu hamil dan menyusui. Pada kehamilan payudara menjadi besar
karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus berproliferasi, dan tumbuh
duktus baru. Sekresi
hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu diproduksi
oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus ke
puting susu.
6. Patofisiologi
Terjadinya mastitis diawali dengan
peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI) akibat stasis
ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli
yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar
dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen
(terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke
dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun.
Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan
terjadinya infeksi.
Terdapat
beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus
sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus
(periduktal) atau melalui penyebaran hematogen pembuluh darah). Organisme
yang paling sering adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli
dan Streptococcus. Kadangkadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang
menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis
tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.
Stasis ASI Ã
peningkatan tekanan duktus à jika ASI tidak segera dikeluarkan Ã
peningkatan tegangan alveoli yang berlebihan à sel epitel yang
memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan à permeabilitas
jaringan ikat meningkatà beberapa komponen(terutama protein dan kekebalan tubuh
dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel Ã
memicu rrespon imun à respon inflmasi dan kerusakan jaringan
yang mempermudah terjadinya infeksi (Staohylococcus aureus dan
Sterptococcus) Ã dari port d’ entry yaitu: duktus
laktiferus ke lobus sekresi dan putting yang retak ke kelenjar limfe sekitar
duktus/ periduktal dan secara hematogen.
7.
Penatalaksanaan
Segera setelah mastitis ditemukan, pemberian susu
kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan diberi antibiotika. Dengan
tindakan ini terjadinya abses sering kali dapat dicegah karena biasanya infeksi
disebabkan oleh Stapilococus aureus. Penicilin dalam dosis cukup tinggi dapat
diberikan. Sebelum pemberian penicilin dapat diadakan pembiakan air susu,
supaya penyebab mastitis benar-benar diketahui. Bila ada abses dan nanah
dikeluarkan sesudah itu dipasang pipa ke tengah abses agar nanah dapat keluar
terus. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus sayatan dibuat sejajar
dengan jalannya duktus-duktus itu.
a.
Konseling
suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling
nyeri dan membuat frustasi, dan membuat banyak wanita merasa sakit. Selain
dalam penanganan yang efektif dan pengendalian nyeri, wanita membutuhkan
dukungan emosional. Ibu harus dinyakinkan kembali tentang nilai menyusui, yang
aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang terkena tidak akan
membahayakan bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih baik bentuk maupun
fungsinya.
Ia membutuhkan bimbingan yang jelas tentang
semua tindakan yang dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan
menyusui/memeras ASI dari payudara yang terkena. Ia akan membutuhkan tindak
lanjut untuk mendapat dukungan terus menerus dan bimbingan sampai ia
benar-benar pulih.
b.
Pengeluaran
ASI dengan efektif
Hal ini merupakan bagian terapi terpenting,
antara lain :
-
Bantu
ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya
-
Dorong
untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki, tanpa pembatasan
-
Bila
perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai menyusui dapat dimulai
lagi
c.
Terapi antibiotic
Terapi antibiotik diindikasikan pada :
-
Hitung
sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi
-
Gejala
berat sejak awal
-
Terlihat
puting pecah-pecah
-
Gejala
tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki
-
Bantulah
ibu agar tetap
meneteki
-
Bebat/sangga
payudara
-
Kompres
dingin sebelum meneteki untuk mengurangi bengkan dan nyeri
-
Berikan
parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam
-
Antibiotik laktamase harus ditambahkan agar efektif
terhadap Staphylococcus aureus. Untuk organisme gram negatif,
sefaleksin/amoksisillin mungkin paling tepat. Jika mungkin, ASI dari payudara
yang sakit sebaiknya dikultur dan sensivitas bakteri antibiotik ditentukan.
Antibiotik Dosis
-
Eritromisin
250-500 mg setiap 6 jam
-
Flukloksasilin
250 mg setiap 6 jam
-
Dikloksasilin
125-250 mg setiap 6 jam per oral
-
Amoksasilin
(sic) 250-500 mg setiap 8 jam
-
Sefaleksin
250-500 mg setiap 6 jam
d. Terapi simtomatik
-
Nyeri
sebaiknya diterapi dengan analgesic. Ibuprofen dipertimbangkan sebagai obat
yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi dan nyeri.
Parasetamol merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat penting,
karena tirah baring dengan bayinya dapat meningkatkan frekuensi menyusui,
sehingga dapat memperbaiki pengeluaran susu.
-
Tindakan
lain yang dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada payudara yang akan
menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu cukup minum
cairan.
8.
Pencegahan
Perawatan puting susu pada waktu laktasi merupakan
usaha penting untuk mencegah mastitis. Perawatan terdiri atas membersihkan
puting susu dengan sabun sebelum dan sesudah menyusui untuk menghilangkan kerak
dan susu yang sudah mengering. Selain itu yang memberi pertolongan kepada ibu
yang menyusui bayinya harus bebas dari infeksi stapilococus. Bila ada kerak
atau luka pada puting sebaiknya bayi jangan menyusu pada mamae yang
bersangkutan sampai luka itu sembuh. Air susu ibu dikeluarkan dengan pijatan.
a. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui
-
Menyusui
sidini mungkin setelah melahirkan
-
Menyusui
dengan posisi yang benar
-
Memberikan
ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif
-
Makan
dengan gizi yang seimbang
Hal-hal yang mengaggu proses menyusui,
membatasi, mengurangi isapan proses menyusui dan meningkatkan statis ASI antara
lain :
-
Pengunaan
dot,
pemberian minuman lain pada bayi pada
bulan-bulan pertama
-
Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum ia siap
untuk menghisap payudara yang lain.
-
Beban
kerja yang berat atau penuh tekanan
-
Kealpaan
menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam
-
Trauma
payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lain.
b. Penatalaksaan yang efektif pada payudara yang
penuh dan kencang
Hal-hal yang harus dilakukan yaitu :
-
Ibu
harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh bayinya untuk
memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka pada punting susu.
-
Ibu
harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi menghendaki
tanpa batas.
-
Perawatan
payudara dengan dikompres dengan air hangat dan pemerasan ASI
c. Perhatian dini terhadap semua tanda statis ASI
Ibu harus memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan,
nyeri/panas/kemerahan :
-
Bila ibu
mempunyai salah satu faktor resiko, seperti kealpaan menyusui.
-
Bila ibu
mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala.
-
Bila ibu
mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu untuk :
-
Beristirahat,
di tempat tidur bila mungkin.
-
Sering
menyusui pada payudara yang terkena.
-
Mengompres
panas pada payudara yang terkena, berendam dengan air hangat/pancuran.
-
Memijat
dengan lembut setiap daerah benjolan saat bayi menyusui untuk membantu ASI
mengalir dari daerah tersebut.
-
Mencari
pertolongan dari nakes bila ibu merasa lebih baik pada keesokan harinya.
d. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain
Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui setiap saat ibu
mengalami kesulitan yang dapat menyebabkan statis ASI, seperti :
-
Nyeri/puting
pecah-pecah
-
Ketidaknyaman
payudara setelah menyusui
-
Kompresi
puting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika bayi melepaskan
payudara)
-
Bayi
yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang atau lama
-
Kehilangan
percaya diri pada suplay ASInya, menganggap ASInya tidak cukup
-
Pengenalan
makanan lain secara dini
-
Menggunakan
dot
e. Pengendalian infeksi
Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan
secara menyeluruh dan sering sebelum dan setelah kontak dengan bayi. Kontak
kulit dini, diikuti dengan rawat gabung bayi dengan ibu merupakan jalan penting
untuk mengurangi infeksi rumah sakit.
9.
Komplikasi
a. Galaktokele
b. Kelainan
puting susu
c. Kelainan
dalan keluarnya air susu
d. Penghentian
laktasi
B.
Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a. Identitas
Meliputi
identitas klien dan identitas penanggung antara lain : nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan dan alamat, dan lain sebagainya hal yang
dianggap perlu.
b. Keluhan utama
Biasanya
pasien dengan mastitis mengeluh adanya benjolan yang menekan payudara, adanya
ulkus, kulit berwarna merah dan mengeras, bengkak, nyeri.
c. Riwayat
Kesehatan
-
Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien
mengeluh nyeri pada payudara, payudara terlihat bengkak dan berwarna merah, ada
luka lecet pada putting susu, pada saat pengkajian.
-
Riwayat
Sesehatan Dahulu
·
Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang
sama sebelumnya.
·
Apakah ada keluarga yang menderita penyakit
yang sama .
-
Riwayat
Kesehatan Keluarga
·
Apakah
ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama.
d. Pengkajian Data Dasar
-
Persepsi
dan Pemeliharaan Kesehatan
Persepsi: masih banyak masyarakat yang
menganggap bahwa nyeri yang sering muncul saat masa menyusui adalah hal yang
normal, dimana tidak perlu mendapatkan perhatian khusus untuk penanganannya.
Pasien dengan mastitis biasanya kebersihan badannya kurang terjaga terutama
pada area payudara dan lingkungan yang kurang bersih.
-
Pola
Nutrisi / Metabolik
Asupan garam yang terlalu tinggi juga dapat
memicu terjadinya mastitis. Dengan adanya asupan garam yang tinggi maka akan
menyebabkan terjadinya peningkatan kadar natrium dalam ASI, sehingga bayi tidak
mau menyusu pada ibunya karena terasa asin. Hal ini akan mengakibatkan
terjadinya penumpukan ASI dalam payudara ( Stasis ASI ) yang dapat memicu
terjadinya mastitis. Wanita dengan anemia juga akan beresiko mengalami mastitis
karena kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan memudahkan tubuh
mengalami infeksi (mastitis).
-
Pola
Eliminasi
Secara umum pada pola eliminasi tidak
mengalami gangguan yang spesifik akibat terjadinya mastitis.
a. Tidak ada nyeri saat berkemih
b. Konsistensi dan warna normal
c. Jumlah dan frekuensi berkemih normal
-
Pola
Aktivitas dan Latihan
Pola aktivitas tergangu akibat peningkatan
suhu tubuh (hipertemi: > 38 derajat C) dan nyeri. Sehingga biasanya pasien
akan mengalami penuunan aktivitas karena lebih fokus pada gejala yang muncul.
-
Pola
Tidur dan Istirahat
Pola tidur terganggu akibat kurang nyaman saat
tidur, mengeluh nyeri.
-
Pola
Kognitif dan Perseptual
Kurang mengetahui kondisi yang dialami,
anggapan yang ada hanya nyeri biasa.
-
Pola
Seksual dan Reproduksi
Biasanya seksualitas terganggu akibat adanya
penurunan libido.
-
Pola
Peran dan Hubungan
Ada gangguan, lebih banyak umtuk istirahat
karena nyeri.
e. Pengkajian Fisik
-
Tanda-tanda
Vital
Tekanan darah: pada ibu dengan mastitis TD
dalam keadaan normal 120/80 mmHg
Nadi: pada ibu dengan mastitis nadi mengalami penaikan
90-110/menit.
Pernafasan: pada ibu dengan mastitis frekuensi
pernafasan mengalami peningkatan 30x/menit.
Suhu: suhu wanita setelah partus dapat terjadi
peningkatan suhu badan yaitu tidak lebih dari 37,2°C dan pada ibu mastitis suhu
mengalami peningkatan sampai 39,5°C
-
Kulit
Tidak ada gangguan kecuali pada area payudara
sehingga perlu pemeriksaan yang terfokus pada payudara.
-
Kepala
Pada area ini tidak terdapat gangguan. Namun
biasanya ibu dengan mastitis mengeluh nyeri kepala seperti gejala flu.
-
Wajah
Wajah terlihat meringis kesakitan.
-
Mata
Pada ibu dengan mastitis konjungtiva terlihat
anemis. Dimana anemia merupakan salah satu factor predisposisi terjadinya
mastitis, karena seseorang dengan anemis akan mudah mengalami infeksi.
-
Hidung
Tidak ada gangguan.
-
Mulut
Tidak ada gangguan.
-
Telinga
Tidak ada gangguan.
-
Tenggorokan
Tidak ada gangguan.
-
Leher
Tidak ada pembengkakan atau perubahan fisik.
-
Kelenjar
Getah Bening
Pada kelenjar getah bening yang terdapat pada
area ketiak terjadi pembesaran, pembesaran getah bening diposisi yang sama
dengan payudara yang terkena mastitis.
-
Payudara
Pada daerah paudara terlihat kemerahan atau
mengkilat, gambaran pembuluh darah terlihat jelas dipermukaan kulit, terdapat
luka atau lesi pada puting payudara, payudara teraba keras dan tegang, payudara
teraba hangat, terlihat bengkak dan saat dilakukan palpasi terdapat pus.
-
Toraks
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan
dinding dada simetris. Tidak ada gangguan.
·
Jantung
Inspeksi: iktus kordis tidak tampak
Palpasi: iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi: BJ I-II intensitas normal, regular
·
Paru-paru
Inspeksi: pengembangan dada kanan=kiri simetris
Palpasi: fremitus raba dada kanan=kiri
Perkusi: sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi: vesikuler (+/+)
-
Abdomen
Inspeksi: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada karena post
parturn sehingga pembesaran fundus masih terlihat.
Auskultasi: BU (+) normal
Perkusi: tympani
Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba.
2.
Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
b. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan
terhentinya menyusui sekunder akibat ibu yang sakit, bayi tidak mau menyusui
c. Resti infeksi berhubungan dengan kerusakan
jaringan
d. Ansietas berhubungn dengan proses penyakit
e. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
perubahan penampilan fisik akibat penyakit
f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang
terpapar informasi
3.
Intervensi Keperawatan
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
NOC
|
NIC
|
1.
|
Nyeri
akut berhubungan dengan proses inflamasi
|
Tujuan
:
Mengatasi
nyeri
KH :
a. Nyeri
teratasi/hilang
b. Payudara tidak benkak
c. Suhu
tubuh normal dan dapat menyusui bayinya dengan nyaman.
|
a. Kaji nyeri secara kompeherensif
b. Berikan kompres hangat
c. Ajarkan dan anjurkan klien untuk melakukan
perawatan payudara
d. Anjurkan klien untuk tidak menggunakan
penyangga yang terlalu ketat
e. Kolaborasi dalam melakukan insiden biopsy
jika ada abses.
|
2.
|
Ketidakefektifan
pemberian ASI berhubungan dengan terhentinya menyusui sekunder akibat ibu
yang sakit, bayi tidak mau menyusui
|
Tujuan
:
Pemberian
ASI pada bayi efektif.
KH :
a. Ibu dapat menyusui banyinya dengan rileks.
b. Bayi mau menyusui lagi.
c. Tidak ada lagi puting susu luka atau lecet.
|
a. Anjurkan ibu untuk mengolekan baby oil pada
puting sebelum dan sesudah menyusui.
b. Ajarkan cara menyusui yang tepat agar tidak
terjadi luka pada putting
c. Lakukan perawatan payudara dan anjurkan ibu
untuk melakukan perawatan payudara secara tepat.
d.Anjurkan ibu menyusui dengan menggunakan
putting susu secara perlahan-lahan.
|
3.
|
Resti
infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan
|
Tujuan
:
Tidak
terdapat tanda dan gejala terjadinya infeksi.
KH :
a. TTV dalam batas normal
b. Mamae tidak merah dan regang lagi
c. Tidak ada tanda infeksi
|
a. Kaji TTV dan tanda-tanda adanya infeksi.
b. Lakukan perawatan luka/abses dengan set yang
steril.
c. Kolaborasi pemeriksaan darah lengkap.
d.Kolaborasi dalam melakukan insisi/biopsy dan
pemberian antibiotic.
e. Berikan informasi pentingnya menjaga
personal hygiene.
|
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mastitis merupakan infeksi terjadi melalui luka pada puting susu,
tetapi mungkin juga melalui peredaran darah. Kadang-kadang keadaan ini bisa
menjadi fatal bila tidak diberi tindakan yang adekuat. Abses payudara,
penggumpalan nanah lokal di dalam payudara, merupakan komplikasi berat dari
mastitis.
Mastitis
terjadi akibat invasi jaringan payudara ( misalnya : glandular, jaringan ikat,
areolar, lemak ) oleh organisme infeksius atau adanya cidera payudara. Adapun gejala yang timbul pada penderita
mastitis diantaranya yaitu nyeri payudara dan tegang atau bengkak,
terlihat membesar, kemerahan dengan batas
jelas, biasanya hanya satu payudara, teraba keras dan benjol-benjol, suhu badan
meningkat, suhu lebih dari 38 0C.
Segera setelah
mastitis ditemukan, pemberian susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan
dan diberi antibiotika. Dengan tindakan ini terjadinya abses sering kali dapat
dicegah karena biasanya infeksi disebabkan oleh Stapilococus aureus. Penicilin
dalam dosis cukup tinggi dapat diberikan.
B. Saran
Setelah membaca makalah ini, seharusnya
kita bisa lebih paham lagi tentang mastitis. Perawatan puting susu pada waktu
laktasi merupakan usaha penting untuk mencegah mastitis. Perawatan terdiri atas
membersihkan puting susu dengan sabun sebelum dan sesudah menyusui untuk
menghilangkan kerak dan susu yang sudah mengering. Kelompok berharap pembaca
dapat memahami isi makalah ini dan bermanfaat dalam penerapan ilmu keperawatan.