Hidup adalah perjuangan

Senin, 12 Oktober 2015

Askep Kusta

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Kusta menyebar luas ke seluruh dunia, dengan sebagian besar kasus terdapat di daerah tropis dan subtropis, tetapi dengan adanya perpindaham penduduk maka penyakit ini bisa menyerang di mana saja. Pada umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang sedang berkembang, dan sebagian besar penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah. Hal ini sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai di bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. Hal ini menyebabkan penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, disamping besarnya masalah di bidang medis juga masalah sosial yang ditimbulkan oleh penyakit ini memerlukan perhatian yang serius.
Kusta kebanyakan ditemukan di Afrika Tengan dan Asia Tenggara, dengan angka kejadian di atas 10 per 1.000. hal ini disebabkan meningkatnya mobilitas penduduk, misalnya imigrasi, pengungsi dan sebagainya. Sebagaimana yang dilaporkan oleh WHO pada 115 negara dan teritori pada 2006 dan diterbitkan di Weekly Epidemiological Record, prevalensi terdaftar kusta pada awal tahun 2006 adalah 219.826 kasus..
Di Indonesia ditemukan 14.697 penderita baru. Diantaranya 11.267 tipe MB (76,7%) dan 1.499 penderita anak (10,1%). Selama tahun 2001 dan 2002 ditemukan 14.061 dan 14.716 kasus baru. Diantara kasus ini 10.768 dan 11.132 penderita tipe MB (76,6% dan 75,5%). Sedangkan jumlah penderita anak sebanyak 1.423 kasus (10,0%) pada tahun 2001 dan 1.305 kasus (8,9%) pada tahun 2002.

Permasalahan penyakit kusta bila dikaji secara mendalam merupakan permasalahan yang sangat kompleks bukan hanya dari segi medis tetapi juga menyangkut masalah sosial ekonomi, budaya dan ketahanan Nasional. Dalam keadaan ini warga masyarakat berupaya menghindari penderita. Sebagai akibat dari masalah-masalah tersebut akan mempunyai efek atau pengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara, karena masalah-masalah tersebut dapat mengakibatkan penderita kusta menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya dan ada kemungkinan mengarah untuk melakukan kejahatan atau gangguan di lingkungan masyarakat. Hal ini disebabkan rasa takut, malu dan isolasi sosial berkaitan dengan penyakit ini. Laporan tentang kusta lebih kecil daripada sebenarnya, dan beberapa negara enggan untuk melaporkan angka kejadian penderita kusta sehingga jumlah yang sebenarnya tidak diketahui. Melihat besarnya manifestasi penyakit ini maka perlu dilakukan suatu langkah penanggulangan penyakit tersebut. Program pemberantasan penyakit menular bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit, menurunkan angka kesakitan dan angka kematian serta mencegah akibat buruk lebih lanjut sehingga memungkinkan tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Masalah yang dimaksud bukan saja dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan sosial.
Berdasarkan dari fenomena diatas maka kami mengangkat masalah upaya penanggulangan penyakit kusta sebagai judul makalah dengan harapan dapat lebih memahami penyakit kusta dan penanggulangannya.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami mengangkat beberapa permasalahan yang terkait dengan Penanggulangan penyakit kusta, yaitu sebagai berikut :
1.    Bagaimana gambaran umum penyakit kusta?
2.    Apa etiologi kusta?
3.    Bagaimana klasifikasinya?
4.    Bagaimana patogenesisnya?
5.    Apa saja bentuk-bentuk dan gejala penyakit kusta?
6.    Bagaimana komplikasinya?
7.    Bagaimana cara penatalaksanaanya?
8.    Bagaimana rehabilitasinya orang yang mengalami kusta?
9.    Bagaimana upaya pencegahan penyakit kusta?

C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan dapat mencapai beberapa tujuan dalam memahami upaya penanggulangan penyakit kusta, yakni sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui gambaran umum penyakit kusta
2.      Untuk mengetahui apa saja etiologi kusta
3.      Untuk mengetahui klasifikasi kusta
4.      Untuk mengetahui manifestasi kusta
5.      Untuk mengetahui bagaimana patogenesis penyakit kusta
6.      Untuk mengetahui bagaimana peatalaksanaan penyakit kusta
7.      Untuk mengetahui bagaimana upaya pencegahan penyakit kusta
8.      Untuk mengetahui bagaimana cara rehabilitasinya
9.      Untuk mengetahui bagaimanaa komplikasinya


BAB II
PEMBAHASAN


A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Kusta (lepra atau morbus Hansen) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) penyakit ini menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya.
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya.
Penyakit kusta adalah suatu penyakit kronis menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae. Penyakit ini terutama menyerang pada masyarakat dinegara-negara berkembang dan menimbulkan dampak psikologis, sosial dan ekonomi.
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya dengan reaksi episode akut yang terjadi pada penderita kusta yang masih aktiv disebabkan suatu interaksi antara bagian-bagian dari kuman kusta yang telah mati dengan zat yang telah tertimbun di dalam darah penderita dan cairan penderita.
2. Etiologi
Mycrobacterium Leprae atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta, Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang Armadillo.

3. Manifestasi Klinis
Diagnosis didasarkan pada gambaran klinis, bakterioskopis, dan histopatologis. Menurut WHO (1995), diagnosis kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda kardinal berikut :
a.    Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas.
Lesi kulit dapat tunggal atau multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lesi dapat bervariasi tetapi umumnya berupa makula, papul, atau nodul.
b.    Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas. Kerusakan saraf terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot. Penebalan saraf tepi saja tanpa disertai kehilangan sensibilitas dan/atau kelemahan otot juga merupakan tanda kusta.
c.    Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dari kerokan jaringan kulit. Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus dicurigai dan diperiksa ulangan setiap 3 bulan sampai ditegakkan diagnosis kusta atau penyakit lain.
4. Anatomi Fisiologi
Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis dan subkutan. Kulit merupakan organ tubuh terbesar membentuk 15 % berat badan total total. Kulit adalah lapisan jaringan yang terdaoat pada bagian luar yang menutupi dan melindungi  permukaan tubuh.
Epidermis merupakan struktur lapisan kulit terluar, lapisan kulit epidermis terus-terusan mengalami mitosis, dan berganti dengan yang baru sekitar 30 hari. Epidermis mengandung reseptor-reseptor sensorik untuk sentuhan, suhu, getaran dan nyeri. Komponen utama epidermis adalah protein keratin, yang dihasilkan oleh sel-sel yang disebit keratinosit. Melanosit merupakan sel-sel khusus epidermis yang terutama terlibat dalam produksi pigmen melanin yang mewarnai kulit dan rmbut. Dipengaruhi oleh hormone hipofisis anterior yaitu melanosyte stimulating hormone (MSH). Sel langerhans adalah sel imun yang terdapat diseluruh epidermis.
Dermis merupakan lapisan kulit dibawah epidermis yang membentuk bagian terbesar kulit dengan memberikan kekuatan dan struktur pada kulit, lapisan tersusun dari dua lapisan yaitu papilaris retikularis. Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut, dermis sering disebut kulit sejati.
Jaringan subkutan merupakan lapisan kulit paling dalam. Lapisan ini berupan jaringan adipose (lemak) yang member bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang. Jaringan subkutan dan jaringan lemak yang tertimbun merupankan factor penting pengaturan suhu.
5. Patofisiologi
Setelah M. leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon tubuh terhadap masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem immunitas seluler (cellular mediated immune) pasien. Kalau sistem immunitas seluler tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkuloid dan bila rendah, berkembang kearah lepromatosa.
M. Leprae ( Parasis Obligat Intraseluler ) terutama terdapat pada sel macrofag sekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh, tubuh bereaksi mengeluarkan macrofag ( berasal dari monosit darah, sel mn, histiosit ) untuk memfagosit.
Teori yang paling banyak digunakan adalah penularan melalui kontak/sentuhan yang berlangsung lama, namun berbagai penelitian mutakhir mengarah pada droplet infection yaitu penularan melalui selaput lendir pada saluran napas. M. leprae tidak dapat bergerak sendiri dan tidak menghasilkan racun yang dapat merusak kulit, sedangkan ukuran fisiknya yang lebih besar dari pada pori-pori kulit. Oleh karena itu, M. leprae yang karena sesuatu hal menempel pada kulit, tidak dapat menembus kulit jika tidak ada luka padakulit.
Microbacterium Leprae
 

Saluran napas              Kontak Langsung                   Genetik
        (droplet infection)

Masuk kedalam tubuh
Respon sistim imun            Tergantung sistim imunnitas           Respon imun rendah
     Tuberkuloid                                                                                Lepramatosa
Hipopigmentasi/kulit kering                                             Masa inkubasi 3-6 minggu dengan skuama/lesi pada kulit
 

MK :                                                               Timbul lesi                                            Kerusakan Integritas                        (nodul, papul, macula)
Kulit  
                        MK :                                                 Kerusakan saraf
Gangguan Rasa Nyaman :
Nyeri

        Kelemahan otot             Kehilangan sensabilitas

MK :                                       MK :
Intoleransi Aktivitas              Gangguan Konsep
                                                            Diri






6.  Klasifikasi Kusta
Klasifikasi kusta berdasarkan gambaran klinis, bakteriologik, histopatologik, dan status imun penderita berdasarkan Ridley dan Joping ada 5 tipe, yaitu :
a.    TT (tuberkoloid)
Lesi berupa makula hipo pigmantasi/eutematosa dengan permukaan kering dan kadang dengan skuama di atasnya. Jumlah biasanya yang satudenga yang besar bervariasi. Gejala berupa gangguan sensasibilitas, pertumbuhan langsung dan sekresi kelenjar keringat. BTA ( - ) dan uji lepramin ( + ) kuat.

b.    BT (borderkine tuberkoloid)
BT : Lesi berupa makula/infiltrat eritematosa dengan permukaan kering bengan jumlah 1-4 buah, gangguan sensibilitas ( + ).

c.    BB (mid borderline)
Lesi berupa mamakula/infiltrat eritematosa permukaan agak mengkilat. Gambaran khas lesi ”punched out” dengan infiltrat eritematosa batas tegas pada tepi sebelah dalam dan tidak begitu jelas pada tepi luarnya.Gangguan sensibilitas sedikit, BTA ( + ) pada sediaan apus kerokan jaringan kulit dan uji lepromin ( - ).

d.   BL (borderline lepromatous)
Lesi infiltrat eritematosa dalam jumlah banyak, ukuran bervariasi, bilateral tapi asimetris, gangguan sensibilitas sedikit/( - ), BTA ( + ) banyak, uji Lepromin ( - ).

e.    LL (lepromatosa)
Lesi infiltrat eritematosa dengan permukaan mengkilat, ukuran kecil, jumlah sangat banyak dan simetris. BTA ( + ) sangat banyak pada kerokan jaringan kulit dan mukosa hidung, uji Lepromin ( - ).
Sedangkan departemen kesehatan Dirjen P2MPLP (1999) dan WHO (1995) membagi kusta menjadi dua tipe, yaitu :
a.    Pansi Basiler (PB) : I, TT, BT
b.    Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL
7. Pemeriksaan Penunjang
a.    Tes Lepromin
Menentukan klasifikasi dan tipe kusta, Dikenal ada 2 macam lepromin yaitu:
1)   Lepromin mitsuda H
2)   Lepromin dharmendra
b.    Bacterioskopis
Secara mikroskopis dapat ditemukan Batang utuh (solid) atau Batang terputus (fragmented)
c.    Bacterial Indeks (BI)
Ukuran semi kuantitatif kepadatan basil kusta dari sediaan kulit yang diperiksa. Yang dihitung adalah jumlah rata-rata dari basil hidup dan mati yang diambil dari beberapa tempat.
Kegunaan BI adalah :
1)   Membantu menegakkan diagnosis
2)   Membantu menetukan klasifikasi atau membantu menentukan tipe kusta
3)   Membantu menilai berat ringannya daya infeksi pada kulit dan bukan untuk menentukan/ menilai hasil pengobatan tang efektif
d.   Morphological Indeks
Adalah merupakan prosentase basil kusta yang bentuk solid dibanding semua hasil yg dihitung.
Kegunaan MI adalah :
1)   Membantu kemajuan pengobatan/menilai efektifitas obat-obatan
2)   Menentukan resistensi basil terhadap obat, serta dapat menular atau tidaknya kusta.
8. Penatalaksaan
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksaan keperwatan dilakukan berdasarkan intervensi dari diagnosa keperawatan yang diangkat.
b.    Penatalaksanaan Medis
Pasien diberikan beberapa jenis obat kusta, yaitu :
1)   Obat primer
Dapsone, clofasimin, rifampisin, etionamide, prothionamide.
2)   Obat sekunder
INH, streptomycine.
Dosis menurut rekomendasi WHO, adalah :
1)   Kusta Paubacillary (Tipe I, BT, TT)
Dapsone : 1 x 100 mg tiap hari
Rifampisin : 1 x 600 mg tiap bulan
Pengobatan harus diberikan 6 bulan berturut-turut atau 6 dosis dalam 9 bulan dan diawasi selam 2 tahun.
2)   Kusta Multibacillary (tipe BB, BL, LL)
Dapsone : 1 x 100 mg tiap bulan
Rifampisin : 1 x 600 mg tiap hari
Clofazimine : 1 x 300 mg tiap bulan (hari pertama) kemudian dilajutkan dengan 1 x 50 mg/hari
Pengobatan 24 bulan berturut-turut dan diawasi ± 5 tahun

9. Komplikasi
Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta.





B. Asuhan Keperawatan
1.    Pengkajian
a.     Identitas
Dalam  identitas biasanya mencakup nama, umur, alamat, pekerjaan, No. MR, agama dan lain-lain yang dianggap perlu.
b.    Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada organ tubuh.
c.    Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada klien dengan morbus hansen reaksinya mudah terjadi jika dalam kondisi lemah, kehamilan, malaria, stres, sesudah mendapat imunisasi
d.   Riwayat Kesehatan Keluarga
Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh kuman kusta ( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular.
e.    Riwayat Psikososial
Fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita. Klien yang menderita morbus hansen akan malu karena sebagian besar masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan, sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan
f.     Pola Aktivitas Sehari-hari
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan.


g.    Pemeriksaan Fisik
1)   Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena adanya gangguan saraf tepi motorik.
2)   Sistem penglihatan
Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta. Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata maka alis mata akan rontok.
3)   Sistem pernafasan
Klien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana dan terdapat gangguan pada tenggorokan.
4)   Sistem persarafan
·      Kerusakan fungsi sensorik
Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa. Alibat kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip.
·      Kerusakan fungsi motorik
Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata akan mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan (lagophthalmos).
·      Kerusakan fungsi otonom
Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah.
5)   Sistem muskuloskeletal
Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.
6)   Sistem integumen
Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati kerontokan jika terdapat bercak.
2.    Diagnosa Keperawatan
a.    Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi
b.    Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan
c.    Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
d.   Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh.
3.    Intervensi keperawatan
No.
Diagnosa Keperawatan
NOC
NIC
1.
Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi

Tujuan :
Kerusakan integritas kulit dapat teratasi
KH :
a.    Area terbebas dari infeksi lanjut
b.    Kulit bersih, kering, lembab
a.    Kaji keadaan kulit
b.    Kaji keadaan umum dan observasi TTV
c.    Kaji perubahan warna kulit
d.   Pertahankan agar daerah yang terinfeksi tetap bersih dan kering
e.    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat – obatan
2.
Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan

Tujuan :
Nyeri teratasi
KH :
a.  Klien merasa nyaman
b.     Tidak ada nyeri
Manajement nyeri :
a.    Kaji nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi
b.    Observasi reaksi non verbal dan tidak kenyamanan
c.    Ajarkan teknik non farmakologi
d.   Anjurkan pasien tingkatkan istirahat dan tidur
e.    Berikan analgesic untuk mengurangi nyeri
3.
Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
.

Tujuan :
Kelemahan fisik teratasi
KH :
Dapat melakukan aktivitas sehari-hari
a.    Menentukan penyebab toleransi aktivitas
b.   Berikan periode aktivitas selama beraktivitas
c.    Pantau respon kardiopulmonal
d.   Monitor dan catat kemamapuan melakukan aktivitas
e.    Tingkatkan aktivitas secara bertahap



BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada makalah yang kami buat, dapat di simpulkan sebagai berikut :
Kusta merupakan penyakit menahun yang menyerang syaraf tepi, kulit dan organ tubuh manusia yang dalam jangka panjang mengakibatkan sebagian anggota tubuh penderita tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Klasifikasi bentuk-bentuk penyakit kusta yang banyak dipakai dalam bidang penelitian adalah klasifikasi menurut Ridley dan Jopling yang mengelompokkan penyakit kusta menjadi 5 kelompok berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis dan imunologis. Sekarang klasifikasi ini juga secara luas dipakai di klinik dan untuk pemberantasan yaitu tipe tuberkoloid (TT), tipe borderline tubercoloid (BT), Tipe mid borderline (BB), Tipe borderline lepromatosa, tipe lepromatosa (LL)
Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau tipe dari penyakit tersebut. Di dalam tulisan ini hanya akan disajikan tanda-tanda secara umum tidak terlampau mendetail.
Penyebab kusta adalah kuman mycobacterium leprae. Dimana microbacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang, dikelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies Mycobacterium, berukuran panjang 1 – 8 micro, lebar 0,2 – 0,5 micro biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA) atau gram positif,tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga oleh karena itu dinamakan sebagai basil “tahan asam”.
Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe multi basiler (MB) kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Penularan yang pasti belum diketahui, tapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernapasan dan kulit.
Metode penanggulangan ini terdiri dari : metode pemberantasan dan pengobatan, metode rehabilitasi yang terdiri dari rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, rehabilitasi karya dan metode pemasyarakatan yang merupakan tujuan akhir dari rehabilitasi, dimana penderita dan masyarakat membaur sehingga tidak ada kelompok tersendiri.

B. Saran
Agar pemerintah lebih meningkatkan upaya penyuluhan mengenai penyakit menular khususnya penyakit kusta.
Agar tugas pembuatan makalah seperti ini lebih sering diberikan agar dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa dan pembaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar